Data buku kumpulan puisi
Judul : Dua Dunia Satu Cerita
Penulis : Dedy Tri Riyadi
Format buku : ebook (pdf)
Edisi : Juni 2016
Tebal : 18 halaman (14 puisi)
Sumber donlot : https://issuu.com/dedytririyadi/docs/kumpulan_puisi_-_dua_dunia_satu_cer_6c5e8d131cd1da
Dua Dunia Satu Cerita terdiri dari 2 bagian, Beberapa Cerita Dinasti Han (8 puisi) dan Wirataparwa (6 puisi).
Sepilihan puisi Dedy Tri Riyadi dalam Dua Dunia Satu Cerita
Orang Tua Pemindah Gunung
Yang kau lakukan tak akan pernah sia-sia.
Sebagai Yugong, kau hanya menua.
Tapi Zishou tak tahu apa-apa.
Yang kau lakukan bukan sekadar upaya,
Tapi cita-cita. Bahkan Jingcheng pun mengirimkan
Sang Putra. Kuifu, bagimu hanya kerikil dan debu.
Sepatutnya, di utara Yintu, tersingkirlah
Tat Xing dan Wang Wu. Menyisih ke sisi laut Bo.
Dan terbukalah jalan dari Yuzhou sampai
tepi sungai Han bagi langkah kakimu.
2016
Sepatu Bergambar Macan
Kebenaran harus selalu tegak,
meski kelak hanya gambar
pada sepasang sepatu.
Ia adalah ibu bagi anak-anaknya.
Selalu penuh rindu,
selalu berhitung dalam bertindak.
Meski di rumah pejabat,
Kebenaran harus bisa menang telak.
Kuat dan tajam seperti taring macan.
Siapa menghalangi akan dikoyak.
Dan dia adalah ibu untuk anak-anaknya.
Jari tempat melekatnya kuku-kuku itu.
2016
Jenderal-Jenderal Penjaga Pintu
Kau harusnya bahagia, Qin dan Yuchi,
diabadikan sepenuh badan menjaga mimpi.
Seperti pintu — membatasi ruang diri,
melingkupkan pertahanan bagi Raja Li.
Kau layak untuk dihormati, Qin dan Yuchi,
dijadikan lambang pertahanan sejati.
Dengan begitu – ia yang ingin tidur sendiri
bisa merasa, esok pagi, ada yang akan
menyambutnya dari mati.
2016
Bulan untuk Huo Jia
Tertawalah, Huo Jia,
untuk bulan di angkasa,
karena hidup memang untuk
menertawakan kegetirannya sendiri.
Tertawalah, Huo Jia.
Tak ada bulan mengapung di telaga.
Yang menyangkut di mata kailmu
hanya batu kali.
Menangislah, Huo Jia,
menangislah dan merasa gagal.
Anggaplah dirimu sebagai yang hampir
menangkap bulan sebutir.
Dan berbahagialah, Huo Jia.
Setiap bulan muncul di langit,
ada kisah tentangmu dianggit.
2016
Tiga Lubang Kelinci
Agar lumbungmu aman, kau harus pergi.
Menolak Wei dan dapatkan simpati dari Qi.
Di tangan Feng Xuan, semuanya terkendali.
Temuilah Qi sekali lagi.
Mintalah ia mendirikan kuil suci.
Maka berbulan-bulan, para petani akan
memberimu padi.
Setelah itu, Meng Changjun, kau akan
tetap di sini. Menjadi kelinci
pada tiga lubang abadi.
2016
Sarindhri
“Akulah Alfa dan Omega,
Firman Tuhan Allah, yang ada
dan yang sudah ada dan
yang akan datang, Yang Mahakuasa.”
(Wahyu 1:8)
Sampai semua cahaya di langit direbut,
cinta tetap akan hiasan wajah semata.
Karena itulah, aku ada.
Dan aku tak peduli, dia Kencaka
atau Dursasana, mereka yang tak
mengerti, pasti binasa.
Sampai semua raja mengerti dharma,
dan semua satria memahami peperangan
tidak hanya terjadi di medan laga, aku
tetap akan ada.
Aku ada, supaya yang lima (kejujuran,
keberanian, kasih, kesetiaan, dan
tenggang-rasa) tetap terjaga.
Dan selepas bait ke lima, aku lesap,
Menghilang di Himalaya, di antara
nama awatara dan sejumlah peristiwa,
2016
Darmagranti
“Kita mengenakan kekang pada mulut kuda,
sehingga ia menuruti kehendak kita,
dengan jalan demikian kita dapat juga
mengendalikan seluruh tubuhnya.”
(Yakobus 3:3)
Ia lebih mengerti luasan padang
daripada seratus ekor kuda, sebab
telah ditulisnya Aswasastra dengan
pedang dan wajahnya.
Wajah yang kelak membuatmu mengenang
jazirah Mesir hingga Benggala — gurun,
gunung, padang dan belantara.
Wajah yang membuatmu tak yakin;
bayang siapa memantul di air kolam.
Wajah yang terpancar dari sebilah pedang,
dan membuatmu merasa — sebelum moksa
ada sakit tak tertahankan. Seperti tubuh
diinjak seratus ekor kuda. Seketika.
2016
Tantripala
“Ada lagi padaKu domba-domba lain,
yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu
harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengar
suaraKu dan mereka akan menjadi satu kawanan
dengan satu gembala.”
(Yohannes 10:16)
Sebentang rerumput dan kembang disentuh
demi sapi-sapimu yang lintuh. Bentang alam,
semak dan pepucuk delima dirambah
bagi tidur ternak yang tenteram.
Setiap yang buatmu terkejut dan bimbang
dibunuh, agar bulan di malammu penuh.
Dan entah mambang, kuntilanak, atau denawa
dicegah agar tak masuk ke mimpimu dalam-dalam.
Karena, sebaik-baiknya ternak adalah yang tidur.
tidak ribut atau mendengkur. Dan sebagai gembala,
dia berjaga dari serangan serigala, pencuri itu.
Ia berjaga sekaligus mencari, barangkali
ada ternak tertinggal tertambat di pinggir kali.
Ia ingin kau benar-benar merasa – di sini,
di padang penggembalaan, cahaya benderang
bukan hanya datang dari bintang
dalam sebuah saga.
2016
Kanka
“Berbahagialah kamu, jika karena Aku
kamu dicela dan dianiaya, dan kepadamu
difitnahkan segala yang jahat.”
(Matius 5:11)
Biar. Biarkan dengan sanyasin,
ia membuatmu yakin, Matsyapati,
bahwa hidup adalah perjudian
bagi harga diri.
Biarkan juga ia, Wirata, bercerita
yang gemulai juga bisa memegang
pedang seperti Utara.
Biarkan ia membuatmu gundah,
seperti kau biarkan sebuah pukulan
mendera kepalanya, di ujung cerita.
Sampai kau menyesal dan merapal
mantra — bersetia padanya.
2016
Tentang Dedy Tri Riyadi
Dedy Tri Riyadi lahir di Tegal, 42 tahun silam. Sekarang bermukim di Jakarta. Tepatnya di sebuah rumah kontrakan dengan alamat Jalan Haji Batong III No. 28 RT 05 RW 06 Cilandak Barat, Cilandak, Jakarta Selatan (12430). Rajin menulis puisi untuk kebutuhannya sebagai blogger khusus puisi di blog-nya www.toko-sepatu.blogspot.com, yang kemudian beberapa di antaranya lolos kurasi di media masa seperti Pikiran Rakyat, Jurnal Nasional, Suara Karya, Koran Tempo, Kompas, Majalah Sastra Horison, dan antologi bersama Dewan Kesenian Jakarta tahun 2010. Buku Antologi puisi pertamanya lahir dari penulisan bersama rekan sejawat di Komunitas Bunga Matahari yaitu Maulana Ahmad dan Inez Dikara bertajuk “Sepasang Sepatu Sendiri dalam Hujan.” Selanjutnya, melahirkan buku puisi sendiri berjudul “Gelembung” yang dicetak terbatas. Baru tahun 2014 kembali melahirkan buku puisi berjudul “Liburan Penyair.” Tahun ini puisinya masuk ke dalam antologi bersama bertema Sungai, dan masuk pula dalam antologi Dewan Kesenian Banten dengan puisi bertema Maritim. Saat ini sedang berencana menerbitkan kembali buku puisi yang sementara diberi judul “Pengungsian Suara.”
Catatan Lain
Ada sekitar 10 ilustrasi atau lukisan di buku ini. Terbanyak di bagian awal (Beberapa Cerita Dinasti Han), dimana satu puisi satu ilustrasi. Adapun bagian kedua cuma satu saja, yaitu di halaman judul saja. Begitu.