Cerpen Karenamu, Aku Mengerti

Takengon masih dengan suasana seperti hari-hari sebelumnya sejuk dan dingin bagi para pengunjung Laut Tawar ini. Tak seorangpun dari kelompok kami yang beranjak meninggalankan tenda apalagi untuk beraktifitas terasa sangat menyiksa. Di Lhokseumawe cuaca tidak sedingin ini, jadi wajar saja satupun dari tidak ada yang beraktifitas lagi hari ini. Ujung jari-jariku seakan mau membeku, suhu tubuh yang unik. Cuaca ini tak mampu menghalangi seluruh minat yang telah persiapkan kurang lebih dua halaman doble folio jika kutuangkan dalam bentuk tulisan. Aku seorang manusia biasa yang sangat ingin diperhatikan di semua tempat yang aku tapaki. Hidup mengajarkan kita untuk menjadi egois dan tak peduli bagaimanapun cara untuk dapat menggapainya.



Pagi yang menyenangkan, hatiku membisikkan kata-kata itu. Bagaikan mendapatkan mimpi menjadi kenyataan di pagi ini. Tiba-tiba aku melihat Ardi berjalan ke arahku.

“Ngapain Vina??” tanyanya

Aku tersenyum tipis, “lagi menikmati suasana hening”

“ada yang mau aku tanyain sama kamu”

“kalau gak penting-penting banget mendingan kamu tinggalin aku sendirian, lagi bete abis”

“Sepertinya, hal sangat penting yang mau ku bicarakan” dengan ekspresi lucunya

“apaan coba??” kata ku sambil tertawa melihat mimik anehnya

“kenapa kamu suka banget sama warna hijau?”

“itu hal penting yang ingin kamu bicarakan??” tanyaku

“hu’uh”

Aku teringat asal mula warna hijau itu menjadi salah satu warna favoritku, bukan karena aku terlalu suka warna itu, tapi karena dengan menyukai warna itu dia akan terus berada dalam hatiku. Saat pertama aku bertemu denganya, warna hijau yang menempel di tubuhnya membuat mataku merasa menemukan sesuatu yang telah lama hilang dalam jiwaku. Sejak itulah aku mulai memblock hijau salah satu warna favoritku. Walaupun, sampai saat ini hatiku masih membeku layaknya salju di daerah kutub. Gambaran kepribadiaanku tidak sedikutpun tercermin dari warna hijau, warna birulah yang lebih menduduki tempat di hatiku. Hijau hanya ada dalam pikiranku bukan hatiku. Mungkin ini yang membuat hampir semua teman dekatku kebingungan dengan status favorit untuk warna favoritku.

“Hello……kok bengong sih waktu ditanyaiin ?? jikalau Anda tidak bersedia menjawabnya, Saya tidak akan memaksa!!” serunya

“Enak aja dilihat” jawabku

“What?? Just it!!! Impossible, kamu pasti tahu cewek-cewek tu semua suka warna merah jambu, feminim-feminim gimana gitu!”

“Mau ngejek aku??? Aku ya aku, ngapain juga jadi manusia hasil copy paste coba!” jawabku

“oke deh.. aku terima alasan kamu” Ardi pasrah

Tidak ada gunanya juga berdebat panjang dengan seorang Sarvina Adhita, hampir seluruh sekolah juga tau siapa Vina, cewek pintar juga cantik dari keluarga bercukupan tapi sangat jarang tersenyum ikhlas dari hatinya. Ardi mempunyai keyakinan sikap Vina yang selama ini jutek disebabkan suatu hal yang belum pernah diceritakannya pada seorangpun, sehingga permaslahannya masih berbentuk bongkahan dalam hatinya. Bongkahan itu sekuat batu karang yang ada di lautan yang sangat sulit untuk dihancurkan. Tapi Ardi salah besar, Vina menceritakan seluruh masalah yang membungakan dalam hatinya pada seorang malaikat penolongnya.

“Napa kamu bengong??” seru Vina mengagetkan lamunan Ardi.

“Ngak ada…” desah Ardi

“bohong besar tau, kamu tu suka banget ngelamum”

“siapa bilang coba?? Aku tu suka ngelamum!!” bantah Ardi

“Ayah, Bunda bahkan nenek Suwardi yang bilang” celetuk Vina

Ardi harus mengakui hal tersebut. Bagaimana aku bisa cerita sama kamu Vin masalah yang aku hadapi, kamu sendiri sudah banyak berubah dalam rentang waktu 5 tahun ini. Kamu bukan lagi Sarvina Adhita yang aku kenal. Kamu bukan orang lagi seorang sahabat yang tersenyum tulus saat berjumpa denganmu. Kamu yang sekarang lebih banyak diam dan seolah-olah ada yang membalikkan seluruh kebahagianku saat ku melihat sekarang. Kamu lebih banyak sendiri dibandingkan bercengkeraman dengan teman-teman yang lain, lebih senang belajar. Seolah-olah kegiatan yang lainnya tak bernilai dimatamu. Saat teman-teman mengunjungi saat Kau sedang sakitpun kau masih belajar. Dimana sikap manja seorang Sarvina Adhita yang sangat kunhafal itu menghilang. Dulu saat kau sakit sedikitpun kau pasti meraung-raung sepanjang hari sampai semua orang bosan menghiburmu. Tapi aku tak pernah bosan Vin karena setelah aku mengerti apa itu arti cinta, ternyata cintaku sudah mulai bermekaran di hatiku untuk mu saat kita masih kecil. Aku sangat menyukai cara kau mengadu kepadaku saat masalah menghujani hati dan pikiranmu. Tapi sekarang semua itu telah berubah.

“Vinaa…” teriak Indri dari dalam tenda

“Ada apa indri ?” tanyaku

“Kamu lihat kompas aku gak” serunya sambil keluar dari dalam tenda. Ardi kemudian menoleh ke arah indri. Sambil menyapanya “hai”

“hai juga” kaku banget sih jadi orang kata indri dalam hatinya.

“Kompas kamu ada tu dalam tas ransel aku, makanya non kalau narok barang tu jangan seenak jidat aja” jawab Vina ketus

“alhamdulillahkan aku yang nemuin, jadi aku masokin aja dalam tas” sambung Vina.

“makasih ya …” ucap indri sambil masuk ke dalam tenda untuk mengambil kompasnya.

“Eh, aku duluan ya, takotnya mereka nyariin aku dari tadi”

“Ok …” jawab Vina

Ardi berjalan menjauhi tenda Vina menuju ke tempatnya.

“vina kapan kamu bisa welcome sedikit aja buat orang yang ngedekatin kamu” sambar indri dari dalam tenda.

“rese amat sih, jadi aku harus gimana coba??”

“suka itu tidak bisa dipaksakan” sambung Vina

“iya aku tau Vina sayang” jawab indri bijaksana. Jarang-jarang seorang indri bisa bijaksana bisa dikatakan itu suatu mu’jizat dari langit.

“ada yang salah aku ngomong”

“tenang aja malaikat Jibril gak akan turun lagi, wahyu udah habis turun semua” sambung indri sambil tersenyum melihat mimik Vina yang melongo.

“bisa masuk lalat tu Vin” canda indri

“aku udah perna ceritakan sama kamu!”

“bukan masalah kamu udah perna cerita atau belum sekarang ini”

“melepaskan yang sudah tergenggam itu sulit banget, tapi memcoba tidak melepaskan hal-hal yang belum tergenggam itu KONYOL” lanjut indri marah, sudah berkali kali ia mengingatkan sahabatnya yang satu ini.

Masalah hanya satu tapi tak pernah mencoba untuk mencari solusinya, walaupun solusinya didapatkan tapi diacuhkan mentah-mentah. Bagaikan memberikan garam ke dalam air yang sudah sangat asin, sehingga si pemilik membuangnya. Dasar vina keluh indri kapan kamu tu bisa melupakan pangeran tampanmu bermahkota hijau?.

“daripada kita berantem karena masalah itu mendingan kamu bantuin aku beres-beres perlengkapan kita sebelum kembali ke Lhokseumawe”

“Ok BOSSS….”sahut Vina cepat

“Apa yang salah dengan diriku” pikir vina

Tidak seharusnya aku masih memikirkan dia, indri benar mencoba tidak melepaskan hal yang belum tergenggam itu hal yang konyol. Lima tahun lalu tepatnya saat kepergiaan abang kesanyangganku, kebanggaanku, juga merupakan penasehat terbaik dalam hidupku. Ayah dan Ibu hanya menangis sesegukan saat itu, kemudian tidak dalam jangka waktu yang lama kembali dengan kesibukan mereka selama ini. Tinggallah aku sendiri tanpa abang di rumah.

Saat itulah aku bertemu dengan tepat saat pembagian rapor kelas 2 SMPku. Ternyata Dia adalah sahabat terbaik abang kesayanganku. Dia datang dengan menggunakan kaos hijau yang sangat pantas untuk kulit putihnya. Dia datang untuk mencari abangku. Saat itulah aku menangis kembali setelah sekian lama aku berusaha melupakan kejadian itu. Dia mencoba menenangkanku. Aku menceritakan apa yang telah terjadi dengan Bang Fadhil.

“kamu tidak pernah kehilangan Fadhil” katanya

“selama kamu masih mengingatnya, ia selalu ada di dalam hatimu. Itu lebih penting!” sambungnya.

Setelah itu percakapan kami berlanjut dengan seru. Ternyata Dia pendengar yang baik sekaligus lawan bicara yang bisa diandalkan. Sejak saat itulah aku mulai mengenalnya dilanjutkan dengan pertemuan-pertemuan yang tak kusangka-sangka. Entah bagaimana mataku selalu menghubungkan sesuatu kejadian itu dengan kata TAKDIR.

“kamu mau bantuin aku atau mau melamun” indri membuyarkan lamunanku.

“yookk…” pangil Ardi dari luar tenda

“udah pada ngumpul tu”

“iya …ya kita udah siap ni Di” sahut indri

Kami berjalan berbarengan. Banyak sekali siswi yang kurang suka sama Vina. Manusia mana coba bisa menyukai vina yang egois, sok cantik, sok pintar dan hal lain yang melekat pada diri vina dalam benak mereka. Apalagi Ardi menyukainya. Ardi cowok paling diincar di sekolah. Ganteng, Pintar, Ketua OSIS, anak orang berada lagi. Ardi mendapat nilai plus karena dia sangat pengertian.

Vina bukannya tidak mengetahui padangan-pandangan mematikan dari teman-temannya. Masa bodoh itulah vina yang pentingkan ia tidak menyukai Ardi. Itulah yang selalu membuat indri heran dengan setiap tindakan Vina.

Dalam perjalanan pulang, ardi meminta pada indri agar ia dapat duduk dengan vina.

“kok kamu?” tanya vina heran dengan perubahan posisi yang terjadi

“memangnya gak bole, biar aku pindah”

“bukannya aku tu gak mau duduk sama kamu, tapi takotnya para fans kamu narik jelbab aku”

“oooohhh jadi kamu tu mau berantem demi aku?” tanya sok penting

“males ahh… berantem, kamu tu boleh duduk di sini tapi jangan ngeganggu aku titik. Tidak ada yang boleh bantah” kata Vina.

Ardi hanya mengangguk. Sejak saat itulah vina mulai menyukai warna hijau, belajar lebih giat dari sebelumnya, agar selalu mendapat pujian darinya. Dia berjanji pada vina, jika vina mendapatkan juara pertama dia akan menyempatkan diri untuk datang melihat proses penyerahan hadiah di sekolah vina. Vina terus belajar dengan harapan agar bisa kembali bertemu dengannya. Karenamu pula aku tidak pernah bisa melihat yang lainnya. Tapi saat pembagian rapor tahun kemarin dia datang dengan seseorang yang tidak dikenalnya. Jelbab yang menutupi kepalanya dengan baju gamis yang dikenakannya serta tatapan teduhnya membuat vina tidak bisa marah saat kau mengatakan dia adalah orang terakhir dalam penantiannya selama ini. Aku mengerti semua itu akan terjadi sudah saatnya aku tidak lagi menyalahkan takdir yang menimpa diriku.

Aku turun dari mobil yang kami tumpangi. Dengan semua masalah yang kutinggalkan dalam mobil. Tujuanku tercapai untuk melupakan semuanya. Dan memulai sesuatu yang baru yang lebih bermakna.

###
semua orang harus merasakan nikmatnya angin…
tanpa angin, daun-daun tua tak pernah terjatuh,,,
karena anginlah daun-daun kita dapat melihat hijaunya daun…
karena angin…
karena angin…
karena angin…


Karangan : Hayatul Maulina

Semoga dari cerita ini kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Sosial Media Terbaik
Platform Pengiriman Pesan Instan
Platform Sosial Media

Follow Me
Profil Fafa Media di Instagram
Profil Fafa Media di Instagram

Artikel Terbaru