Kisah Abu Nawas kali ini akan menyajikan tentang kecerdikan Si abu Nawas dalam mengadili ibu muda yang saling memperebutkan ibu kandunganya.
Kisahnya.
Entah sudah berapa hari kasus seorang bayi yang diakui oleh dua orang ibu yang sama-sama ingin memiliki, rebutan.
Hakim rupanya mengalami kesulitan untuk memutuskan permpuan mana yang sebenarnya ibu si bayi itu.
Karena berlarut-larut, terpaksa Hakim menghadap Baginda untuk minta bantuan.
Akhirnya Baginda Raja turun tangan, taktik dan rayuan digunakan, namun tetap saja kedua ibu tadi saling ngotot mempertahankan.
Baginda putus asa.
Mengingat tak ada cara lain lagi, seperti biasanya Raja memanggil Abunawas, dan Abu Nawas harus menggantikan hakim untuk sementara waktu.
Abu Nawas tidak menjatuhkan putusan hari itu, namun ia menunda sampai hari berikutnya.
Mencari akal…
Keesokan harinya, sidang pengadilan mulai dilanjutkan lagi.
Abu Nawas memanggil algojo dengan pedang di tangan, dan memerintahkan agar bayi itu diletakkan di atas meja.
“Apa yang akan kau perbuat terhadap bayi itu?” kata kedua perempuan itu dengan heran dan saling pandang.
“Sebelum aku mengambil tindakan, apakah salah satu dari kalian bersedia mengalah dan menyerahkan bayi itu kepada yang berhak memilikinya?” kata Abu Nawas.
“Tidaak…bayi itu adalah anakku..” kata kedua perempuan itu secara serentak.
“Baiklah, kalau kalian memang sungguh-sungguh sama menginginkan bayi itu dan tidak ada yang mau mengalah, maka aku dengan sangat terpaksa akan membelah bayi itu menjadi dua sama rata.” jawab Abu Nawas mengancam.
Perempuan pertama sangat girang bukan kepalang, sedangkan perempuan kedua menjerit-jerit histeris.
“Jangan…tolong jangan kau belah bayi itu.
Biarlah aku rela bayi itu seutuhnya diserahkan kepada perempuan itu.” kata perempuan kedua.
Abu Nawas pun tersenyum lega mendengar penuturan perempuan kedua itu.
Sekarang topeng mereka sudah terbuka, dan Abu Nawas pun segera menganbil bayi itu dan langsung menyerahkannya kepada perempuan kedua.
Abu Nawas minta agar perempuan pertama dihukum sesuai dengan perbuatannya.
Karena tak ada ibu yang tega menyaksikan anaknya disembelih, apalagi di depan mata.
Baginda Raja merasa puas terhadap keputusan ABU NAWAS.
Sebagai ungkapan rasa terima kasih, Baginda menawari Abu Nawas menjadi penasehat hakim kerajaan.
Akan tetapi Abu Nawas menolaknya, ia lebih senang menjadi rakyat biasa, sebagai orang desa.
Abu Nawas lebih suka hidup sederhana dan tidak gila jabatan seperti jaman sekarang ini.