Sunan muria adalah salah satu anggota walisongo dan putra dari salah satu walisongo juga yaitu Sunan Kalijaga dan Dewi Saroh. Nama asli dari Sunan Muria adalah Raden Umar Syahid. Beliau menyebarkan agama islam dengan cara yang halus seperti yang dilakukan oleh ayahanda beliau Sunan Kalijaga. Raden Umar Syahid mempunyai peran penting dalam proses penyebaran isalm di sekitar gunung muria. Tempat tinggal sunan muria berada di puncak gunung muria, yang salah satu puncaknya bernama Colo. Gunung tersebut terletak di sebelah utara kota kudus.
Cara Berdakwah
Berbeda dengan sang ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah yang sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk menyebarkan agama Islam. Tempat tinggal beliau terletak di salah satu puncak Gunung Muria yang bernama Colo. Di sana Sunan Muria banyak bergaul dengan rakyat jelata sambil mengajarkan keterampilan-keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut.
Sunan muria menyebarkan agama islam kepada para pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata. Cara beliau menyebarkan agama islam dengan tetap mempertahankan kesenian gamelan dan wayang sebagai alat dakwah. Beliau juga yang telah menciptakan berbagai tembang jawa. Salah satu hasil dakwah beliau melalui media seni adalah tembang Sinom dan Kinanti. Tempat dakwahnya berada di sekitar gunung muria, kemudian dakwahnya diperluas meliputi Tayu, Juwana, kudus, dan lereng gunung muria. Ia dikenal dengan sebutan sunan muria karena tinggal di gunung muria.
Lewat tembang-tembang itulah ia mengajak umatnya mengamalkan ajaran Islam. Karena itulah, Sunan Muria lebih senang berdakwah pada rakyat jelata ketimbang kaum bangsawan. Maka daerah dakwahnya cukup luas dan tersebar. Mulai lereng-lereng Gunung Muria, pelosok Pati, Kudus, Juana, sampai pesisir utara. Cara dakwah inilah yang menyebabkan Sunan Muria dikenal sebagai sunan yang suka berdakwah topo ngeli. Yakni dengan ”menghanyutkan diri” dalam masyarakat.
Sunan Muria sering berperan sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530). Beliau dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juwana hingga sekitar Kudus dan Pati.
Tak ada yang meragukan reputasi Sunan Muria dalam berdakwah. Dengan gayanya yang moderat, mengikuti Sunan Kalijaga, menyelusup lewat berbagai tradisi kebudayaan Jawa. Misalnya adat kenduri pada hari-hari tertentu setelah kematian anggota keluarga, seperti nelung dino sampai nyewu, yang tak diharamkannya. Hanya, tradisi berbau klenik seperti membakar kemenyan atau menyuguhkan sesaji diganti dengan doa atau salawat. Sunan Muria juga berdakwah lewat berbagai kesenian Jawa, misalnya mencipta macapat, lagu Jawa. Lagu sinom dan kinanti dipercayai sebagai karya Sunan Muria, yang sampai sekarang masih lestari.
Sunan muria adalah wali yang terkenal memiliki kesaktian. Ia memiliki fisik yang kuat karena sering naik turun gunung muria yang tingginya sekitar 750 meter. Bayangkan, jika ia dan istrinya atau muridnya harus naik turun gunung setiap hari untuk menyebarkan agama islam kepada penduduk setempat, atau berdakwah kepada para nelayan dan pelaut serta para pedagang. Hal itu tidak dapat dilakukannya tanpa fisik yang kuat.
Kesaktian Sunan Muria
Bukti bahwa sunan muria adalah guru yang sakti mandraguna dapat ditemukan dalam kisah perkawinan sunan muria dengan dewi Roroyono. Dewi Roroyono adalah putri Ngerang, yaitu seorang ulama yang disegani masyarakat karena ketinggian ilmunya, yang bertempat tinggal di juana, pati jawa tengah. Demikian sakti sunan ngerang sehingga sunan muria dan sunan kudus sampai berguru kepadanya.
Beliau memiliki ilmu yang dapat mengembalikan serangan dari lawannya. Itu terjadi ketika Kapa adik seperguruan beliau yang telah menculik istri sunan muria menyerang sunan muria dengan mengerahkan aji pamungkas. Namun serangan itu berbalik menghantam dirinya sendiri sehingga merenggut nyawanya.
Makam Sunan Muria
Sunan Muria dimakamkan di atas puncak bukit bernama bukit Muria. Dari pintu gerbang masih naik lewat beratus tangga (undhagan) menuju ke komplek makamnya, yang terletak persis di belakang Masjid Sunan Muria. Mulai naik dari pintu gerbang pertama paling bawah hingga sampai pelataran Masjid jaraknya kurang lebih 750 meter jauhnya.
Setelah kita memasuki pintu gerbang makam, tampak di hadapan kita pelataran makam yang dipenuhi oleh 17 batu nisan. Menurut Juru Kunci makam, itu adalah makamnya para prajurit dan pada punggawa (orang-orang terdekat, ajudan dan semacam Patih dalam Keraton).
Di batas utara pelataran ini berdiri bangunan cungkup makam beratapkan sirap dua tingkat. Di dalamnya terdapat makamnya Sunan Muria. Di sampingnya sebelah timur, ada nisan yang konon makamnya puterinya perempuan bernama Raden Ayu Nasiki.
Dan tepat di sebelah barat dinding belakang masjid Muria, sebelah selatan mihrab terdapat makamnya Panembahan Pengulu Jogodipo, yang menurut keterangannya Juru Kunci adalah putera sulungnya Sunan Muria.
Wallahu a’lam, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa man waalaah.
Semoga dari cerita ini kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran.
Mohonmaaf jika ada kesalahan informasi maupun kata-kata dalam penulisan.