Hanya duduk sendiri dan tenggelam dalam buku Sastra, yang membuatku semakin ngantuk. Malam minggu yang cukup membosankan, tidak seperti malam-malam sebelumnya. Karena malam ini Aku tidak datang mengapeli Devi kerumahnya. Alasannya, waktu harus banyak Aku pakai untuk belajar dan belajar, sebagai kuda-kuda untuk menghadapi Ujian Semesterku dikelas 3.
Aku terus larut dan berusaha menjaga konsentrasi pikiranku, sampai ada suara dari ibuku membuyarkannya.
“Ajaaanggg… Cepet keluar makan dulu atuh!” perintah Ibu
“Bentar Buu… Nanti aja, bareng Ayah” Jawabku cukup lantang
“Ya udah kalau gitu, nanti makan bareng-bareng aja. Low ayahmu udah pulang, nanti ibu panggil lagi ya” Sahut Ibuku
“Iya Bu” Jawabku lagi
Ayahku pulang malam ini, dia pulang sebulan sekali setiap malam minggu. Liburannya dirumah cuman 1 hari 2 malam, senin pagi dia harus sudah berangkat lagi kerja. Jadi malam ini kubayangkan betapa senangnya Aku untuk bertemu Ayah, disaat yang singkat, seolah langka dan begitu bermakna.
Hantu Sepatu Baru
Berselang tidak lama setelah kumemikirkan Ayah. Terdengar suara motor diluar, hatiku mulai bisa merasakan radiasi kebahagiaan. Aku yakin sosok yang kutunggu telah tiba dan masuk kedalam rumah. Tanpa menunggu ibu memanggilku, aku langsung melompat dari meja belajar dan menuju meja makan.
“Gak macet yah?” Aku sedikit berbasa-basi sambil mencium tangannya
“Gak kok Jang. Gimana kabar dia?” Ayah mengedipkan mata kanannya, aku tau ayah sedang menanyakan Devi
“Masih kayak biasanya yah, hehe” jawabku
“Mang gak marah gitu dia, biasanya kan kamu masih ada dirumahnya jam segini. Bahkan kadang suka nginep juga kan?” lanjut ayah
“hahaha,,, gak kok Yah, dia udah ngerti kok” jawabku lagi
Aku memang banyak curhat sama Ayahku, daripada sama Ibu. Aku lebih dekat dan banyak berbagi cerita sama Ayah dalam hal apapun. Termasuk hubungan aku sama Devi, Ayah seperti selalu ingin update info tentang itu. Dan aku juga tak sedikit selalu ingin berkonsultasi sama Ayah. Terlebih ayahku kasanova banget soal hubungan asmara, buktinya saja dia sama Ibu jarang banget berantem, selalu harmonis dan mesra. Hehe
“Oya Jang, ini ayah bawa bingkisan lagi” kata ayah sambil nyerahin bungkusan persegi padaku
“Ahh, Ayah padahal gak usah repot-repot, hehe” kataku sedikit becanda
Tiba-tiba ibuku datang dari dapur dan menjitaku pelan.
“Huh, kamu tuh jang sok gak mau, padahal dari tadi nanyain terus tuh” ejek Ibu padaku
“hahaha” ayahku tertawa
“Buat ibu mana yah?” Tanya ibu kecentilan
“Buat ibu nanti aja dikamar ya” jawah Ayah becanda
“hahaha… dikamar ibu… dikamar…” jelasku membalas ejekan ibu
Itulah keluargaku, hidup bertiga dan selalu penuh canda. Apalagi saat Ayah ada dirumah, suasana hangat terasa dan membuatku semakin bahagia hidup dalam keluarga kecil ini. Kekurangannya, aku belum punya adik, dan biarlah Ibu dan Ayah yang tahu alasannya mengapa?.
“Cepet buka atuh Ajang… Jangan dipelong aja” kata ibu sedikit mengagetkanku
“Hah? Oh iya baik Bu” jawabku
“Ngomong-ngomong isinya apaan yah?”
“Ya buka aja, nanti kamu juga tahu, haha” kata Ayah sambil tertawa
“Baik aku buka ya….”
Aku buka sedikit demi sedikit bungkusan itu, dan aku tidak percaya isinya adalah sepasang Sepatu Baru. Tepatnya sepatu olahraga baru, Ayahku sepertinya sudah tahu kalau senin lusa, aku akan mengikuti Test Lari. Dan hanya itulah harapanku dalam Ujian Olahraga, lari dan renang, yang lainya aku payah banget.
Setelah itu Aku cepet-cepet menyelesaikan makanku, dan langsung pergi lagi kekamar. Sesaat ibuku berkata sebelum aku pergi.
“Katanya dari tadi pengen cepet-cepet ketemu Ayah, ternyata cuman pengen cepet-cepet ketemu bingkisannya yah… Huhuhu…” Ejek ibuku
“Enak aja, Siapa bilang? Ibu, aku tuh harus belajar buat Ujian” ngeles ke Ibu
“Ya udah Yah, nanti malem ngobrol lagi… sekarang Ajang kekamar dulu…”
“Jago ngelessnya tuh anakmu yah…” Ejek ibu lagi
“hahaha” ayahku kembali tertawa
—————————–>—————————–
Aku sudah tiba dikamarku, selidik aku memandang sepatu baru itu.
“Kalau dipikir-dipikir, walaupun baru kok style kayak klasik ya” kataku bicara sendiri
Memang sih! Dilihat dari coraknya kelihatan banget kayak sepatu jaman tahun 2000an, tapi gapapalah! Dicium dari wanginya beneran sepatu baru, dan aku juga peduli. Walau bagaimanapun, aku pasti akan bayangin aku akan keren memakai sepatu ini. Dan saat test lari nanti aku bakal jadi yang pertama di garis finis. Walaupun kenyataannya aku selalu berada diposisi belakang, hehe
Jam 9 malampun tiba, segera aku simpan sepatu baruku kedalam rak. Sejenak sebelum aku tidur aku sedikit memandang lama kearah sepatu, yang akan kupakai saat test nanti. Tapi tidak tau kenapa? Semakin lama kumelihat, perasaan ngantuk mulai sedikit hilang, sekarang aku hanya merasa dan setengah melamun, banyak membayangkan suasana saat lari.
Pagipun tiba, aku bergegas melakukan aktivitas seperti biasanya. Tidak ada yang cukup menarik hari ini, karena ayahku sudah berangkat tadi subuh, aku tidak menanyakan alasan kenapa? Padahal harusnya dia berangkat lagu itu besok, bukan hari ini. Tapi, biarkanlah dia juga bekerja bukan berarti tidak berarti untukku dan untuk keluarga kecil kami.
Lagi-lagi gelap datang lebih cepat, walaupun seharusnya waktu terasa lama hari minggu sekarang. Karena aku merasa lebih bosan daripada yang dibayangkan.
“Jang, sepatu barumu tidak mau kamu poles dulu untuk besok?” Ibuku berteriak cukup keras dari ruang tengah rumah.
“Hah? Apa bu?” tanyaku yang mendengar samar jawabannya
“Eh.. kamu ini! Sini dong kalau gak kedengeran!” perintah ibuku
Akupun bergegas menuju ruang tengah, dan langsung mendapat kepastian dari ibuku.
“Kamu gak akan semir sepatumu Jang?” saran ibuku
“Emang harus disemir gitu bu? Itukan sepatu olahraga bukan sepatu buat ke ondangan bu, hehe” kataku sedikit canda
“Oh gitu ya jang! Ya udah kalau gitu nih tolong beliin sayuran kewarung sana!” perintah ibu
“Yehh… kenapa gak langsung bilang aja, pakai acara nanyain sepatu segala” jawabku sedikit cemberut
“Yehh… kan gak perlu formal aja ath jang… harusnya ada basa-basinya juga dong” canda ibu
“Hmm… ya udah Bu aku berangkat”
Aku berangkat kewarung, dan tak lama kembali lagi dengan membawa sayuran. Malam ini kayaknya ibu akan membuatkanku masakan vegetarian, mungkin ibu sedikit khawatir karena mataku mulai agak rusak karena terlalu sering berada didepan komputer. Jadi ibu lebih keseringan masak wortel dan sayuran lainya.
Sekitar jam 10 malam, aku makan sendiri di dapur, ibuku sudah terlelap duluan. Kurasakan suasana sepi yang cukup mencekam, suara kunyahan makanan dimulut begitu nyaring terdengar. Beberapa kali aku sempat mendengar suara tikus yang berjalan diatasku. Hingga kunyahan terakhir, aku langsung bergegas menuju kamar. Saat melewati kamar mandi, kulihat sepertinya ayahku sedang membetulkan lampu mati dikamar itu, membelakangiku gelap badannya.
“Belum selesai benerin lampunya yah?” tanyaku pada ayah
Tapi dia hanya diam tak menjawab, disaat kuteruskan langkahku menuju kamar. Tersentak aku diam, tersadar kalau sebenarnya ayahku sudah berangkat dari tadi pagi, aku ingat kalau lampu dikamar mandi itu sebenarnya sudah ayah benerin kemarin malam. Spontan kurasakan bulu ditubuhku berdiri, seketika tubuhku merasakan ada hal asing. Langsung saja saat itu aku berlari kencang kekamar, dan langsung mengunci pintu dari dalam.
“Apa yang tadi aku lihat? Gila… kenapa harus melihat yang kayak gitu” aku bicara sendiri
Pikiranku masih membayangkan kejadian itu, aku terbaring dan tetap merasa tidak nyaman untuk terlelap. Ingin sekali aku pergi menuju kamar Ibu dan tidur sama dia, tapi masa aku yang udah gede gini masih harus bobo bareng mama. Pikiran-pikiran konyol mulai merasuki otaku, dan membuatku ketakutan malam ini.
Hingga jam 12 malam, mataku masih dalam keadaan melek. Saat itu aku memperhatikan sepatu baru yang diberikan ayah padaku. Sedikit aneh, aku merasa ada aura yang membuat perasaanku tidak enak saat memandang sepatu itu. Mungkin karena pikiranku masih dipenuhi oleh penampakan dikamar mandi tadi. Segera saja, aku menyelinap dalam selimbut, membiarkan lampu terang menyala, dan segera memaksa mata untuk tertutup, hingga menuju kealam mimpi…
Hasilnya aku terlambat bangun, mataku terbuka melihat jam dinding diangka jam setengah enam. Telingaku mendengar suara ibu.
“Hei… Bangun Ajang… Mau berangkat sekolah enggak… Dari tadi dibangunin susahnya,,, Belum shalat subuh juga kan… iihhh” teriak ibuku
“Iya baik bu” jawabku lemes
“Hoaamm…” aku masih mengantuk
Ingin rasanya kujatuhkan kembali badanku kekasur, memeluk guling dan sembunyi dalam selimut. Tapi aku sadar, hari ini ada test lari disekolah dan kuingat itu penting. Reflek aku paksakan tubuhku bergerak kamar mandi dan meneteskan seember air ketubuhku.
“Gilaaa… dingin banget” teriaku dalam hati
Sebenarnya aku masih bisa merasakan suasana aneh dikamar mandi ini, terlebih jika kuingat kejadian tadi malam. Air ini terasa begitu menusuk, dengan aroma yang sulit untuk kuungkapkan seperti apa baunya. Lampu kamar mandi terlihat begitu semu, walaupun begitu terang 15 watt yang bersinar.
Selepasnya, aku langsung bergegas lebih cepat, kupakai sepatu baru itu. Aku tak tau perasaan apa ini, saat telapak kaki kutempelkan ke alas sepatu, terasa aneh. Tapi saat sudah terpasang, ringan juga ternyata.
Di sekolah aku sampai dengan selamat dan tidak terlambat, cuman udah bell aja. Aku langsung menuju lapangan dimana semua teman sekelasku sudah berbaris dengan mengenakan baju olahraga, begitupun denganku. Aku baris di sap paling belakang.
“Dari mana aja kau jang?” Tanya temanku Aji
“Telat bangun Ji, semalem ngeliat hal Aneh!” Jawabku berbisik
“Apa Jang?” Tanya aji kurang jelas mendengar jawabanku
“Nanti aja Ji, aku ceritain” lanjutku
“Hu’uh sip” lanjutnya
Guru olahraga itupun datang, dan langsung mengajak kami semua kedaerah balapan kuda. Di mana jarak 2 kilo lebih akan ditempuh untuk berlari kali ini. Dan tak lama, karena jaraknya begitu mendukung, kamipun sampai. Dan aku, serta semua siswa dikelasku sudah siap mengambil posisi. Sesaat kuperbaiki tali sepatu, yang sudah mulai longgar, kurekatkan dengan kuat.
Saat guru itu meniupkan peluit, semua temanku sudah mulai berlari. Dan aku masih berlari santai dengan beberapa teman dibelakangku. Aku pikir aku harus menghemat tenagaku, supaya nanti aku bisa berlari sprint, 100 meter sebelum garis finis.
“Heii… Jang..” seorang teman menepuku dibelakang saat berlari. “Aku susul ya”.
“Oke… silahkan, tungguin aja digaris finis” jawabku pede
Dia langsung menyusul cepat, dan beberapa yang lain dibelakangku juga menyusulku dengan kecepatan maksimal sepertinya. Sementara aku masih lari santai, dengan sepatu baru pemberian ayahku. Dan ada sedikit hal aneh di sepatu ini, entah kenapa? Tapi aku merasa ringan aja berlari dan begitu nyaman dikenakan.
Sekarang aku sudah benar-benar terbelakang, hanya tinggal 3 orang lagi yang tersisa di posisi belakangku. Dan itupun cewek, yang kupastikan mereka tidak punya tenaga untuk menyusulku.
“Hei jang kita duluan ya” sapa Santi dan 2 lainya
“Hah… apa? “ Gila mereka udah begitu aja berlalu dipandanganku, dan sekarang aku benar-benar diposisi paling belakang.
Terpikir, mungkin inilah moment tepat untuk kukencangkan lariku. Kuprediksi jarak sekitar 300 meter lagi menuju finis. Seketika langsung kukencangkan kaki ini…
Gilaa… Sepatu ini benar-benar ringan, aku merasa lebih cepat dari yang kuperkirakan. Aku bisa merasakan angin yang begitu berhembus ditelingaku, tidak menghalangiku untuk menyusul santi dan 2 lainya yang tadi menyusulku. Dan sekarang didepanku sudah ada beberapa orang yang sepertinya mulai kelelahan, begitu lambat mereka berlari. Mudah saja aku mendahului mereka.
Aku tak tau, apa yang terjadi padaku. Ada energi apa yang kurasakan, begitu mudahnya aku menyusul mereka. Begitu ringannya kaki ini kugerakan. Dan sekarang garis finis sudah bisa kulihat, dari jarak hanya tinggal 30 meter. Dan kulihat 15 meter didepanku hanya tinggal Aji yang begitu berusaha keras untuk cepat sampai, dan aku lega karena semua temanku yang lain masih dibelakang, yang kupastikan mereka tidak akan pernah bisa menyusulku lagi.
Kini saatnya memaksimalkan kecepatanku, melesat lebih cepat. Sekarang aku merasa lebih cepat dari kuda. Aku merasa sepertinya sepatu inilah yang berlari, sulit sekali aku merasakan kakiku. Aji yang sepertinya begitu cepat, segera kususul begitu jarak tinggal 5 meter sebelum finis.
“Yesss!!! Akhirnya aku berhasil jadi yang pertama menginjak garis kemenangan ini” Batinku berbunyi
Aku sedikit tidak percaya dengan ini, guru itu kagum dan memberi tahu berapa waktu yang kupakai. Ajipun tiba, dengan wajah lelahnya. Aku lihat tak ada tanda-tanda semangat diwajahnya, dia langsung menjatuhkan tubuhnya ketanah…
“Huftt… Gila kamu Jang, cepet bener” Puji aji padaku
“Hahaha… keberuntungan ji” menimpal aji
“Lo gak kelelahan jang?” tanya aji lemas
“Cuman sedikit ji…” jawabku
Merasa aneh, kenapa aku tidak begitu lelah saat ini. Padahal seharusnya aku adalah orang yang berusaha paling keras, karena sudah menjadi yang pertama tiba. Bahkan keringatku juga tidak banyak yang keluar. Apa mungkin karena sepatu yang kupakai? Hmm… Mungkin saja!!!
Beberapa dari temankupun tiba, dan mereka memuji tidak percaya, aku bisa secepat itu menyusul mereka. Dan aku hanya bisa melontarkan jawaban “keberuntungan”… Ya emang cuman itu…
—————————–>—————————–
Setibanya dirumah, aku masih memikirkan kemenanganku tadi siang. Aku masih merasa heran, aku ingin menyelidiki, sebenarnya apakah memang karena sepatuku? atau karena akunya yang hebat…
“woiii sejak kapan kamu jago lari, perasaan dari dulu juga selalu terbelakang” Batinku menjelaskan logika itu, karena memang kenyataannya aku tak pernah secepat itu sebelumnya.
Malampun tiba, aku sudah siap dengan selimut di kasurku, dan ditemani guling yang selalu setia disampingku. Sebelumnya sempat kuletakan sepatu baru itu di raknya, aku pikir ini memang sepatu keberuntunganku mungkin.
Jam 12 malam, suara guntur dan rintikan hujan membangunkanku. Saat itu sudah cukup kebelet untuk pipis, segera saja kuberanjak dan langsung menuju kamar mandi. Aura disini ternyata masih angker juga, membuatku ingin segera keluar. Dan kembali kekamar tidurku…
Tiba-tiba saja semua lampu mati, aku kaget dengan kejadian ini. Langsung kututup resleting, dan keluar dari kamar mandi. Aku berusaha mencari senter yang tersimpan di dapur. Dan tiba-tiba saja aku merasa jiwaku terganggu dengan semua ini, aku panik… benar-benar panik…
Aku masih mencari senter yang belum juga kutemukan. Jantungku benar-benar terkejut, mendengar suara hentakan lembut sepatu dari kamarku yang sepertinya akan menuju kesini. Aku benar-benar ketakutan, sepertinya suhu tubuhkupun ikutan merasakan ini.
Aku sembunyi di pojok dapur, dengan tubuh menggigil, bergetar, bukan karena dingin tapi karena suara hentakan sepatu itu yang semakin dekat, diantara kegelapan. Gilanya, sedikit samar aku melihat sendiri sepatu baruku berjalan, tanpa ada yang memakai melewatiku. Aku ketakutan hampir setengah mati, napasku mulai sedikit tidak teratur. Sepatu itu menuju kamar mandi, dan pintu kamar itu mulai terbuka dengan sendirinya.
Sekilas cahaya petir masuk lewat jendela, aku melihat sebenarnya sepatu itu ada yang memakai. Kulihat sosok itu mengenakan pakaian olahraga, tubuhnya tinggi hitam, dia memasuki kamar mandi. Dan suara-suara dikamar mandi itu, membuatku depresi ketakutan, ingin segera meloncat dari kegilaan ini.
“Klik…” Suara pintu kamar mandi itu terbuka, aku mendengar lagi suara hentakan sepatu kearahku, bukan!!! lebih gilanya sosok itu sudah benar-benar ada didepanku, dan aku masih terpojok dengan napas ketakutan. Hingga aku melihat dia lenyap, saat lampu dirumahku kembali menyala…
Tanpa banyak pemikiran, aku langsung berlari kilat kekamarku. Aku memberanikan menoleh kearah rak sepatu, dan rupanya dia masih ada dihabitatnya tanpa bergesar sedikitpun dari tempatnya.
“Terus yang tadi kulihat, apaan???” Aku bicara sendiri dikamar, dengan jantung masih bergetar sendirian.
Benar-benar insomia malam ini, mataku sulit untuk kurapatkan. Sampai dimana aku melempar sepasang sepatu itu keluar, aku sudah bisa mulai terlelap.
Bersyukur semua itu tidak terbawa kedalam mimpiku, dan aku bangun jam 5 pagi. Tidak terlalu telat pikirku. Aku melihat kearah rak, sepasang sepatu itu sudah tidak ada, karena semalam sudah kubuang keluar, ingatku. Tapi masih ada kardus sepatu itu dibawah meja tidurku. Aku mengambilnya, selidik aku terkejut melihat tahun produksi sepatu itu. Aku tidak percaya, sebenarnya sepatu itu di produksi pada tahun 1990. Ternyata sepatu baruku adalah sepatu lama yang mungkin belum terjual, dan ayahku membelikannya untuku. Huft…
Satu lagi hal aneh,,, Sepatu yang semalam kulempar keluar, tidak kutemukan saat kucari. Aku mengira melemparnya terlalu jauh, tapi tetap saja. Sudah kucari kesetiap sudut dah hasilnya tak pernah kutemukan. Bahkan setelah hari kelima pencarianku, sepatu itu tak kunjung menampakan dirinya. Penasaran dan sedih juga memang, tapi sisi baiknya hal buruk dari sepatu itu dan penampakan itu, sepertinya ikut terbuang juga. Sampai hari dimana ayahku kembali pulang kerumah, aku tidak menemukan hal aneh lagi dimanapun, khususnya dikamar mandi.
Kuceritakan semua hal itu ke ayahku, sesuai dugaanku dia percaya juga. Dan alhasil dia mengajaku pergi kebandung diminggu pagi, dengan tujuan untuk menemui penjual sepatu baruku…
Aku dan ayah sampai ditoko sepatu bandung. Aku mendengar ayahku bicara cukup banyak dengan penjual itu, sampai kudengar kalimat ganjil itu, terucap dari mulut penjual sepatu.
“Itu memang bukan sepatu baru. Maaf saja sebelumnya bapa, kalau saya harus membuka semuanya. Sepatu itu pernah dipakai sekali oleh pemiliknya, saat kompetisi lari nasional sekitar tahun 1990. Dan dia memenangkannya, setelah itu dia tidak mau memakainya kembali dan mengembalikan sepatu itu dalam bungkusannya pada saya. Sehari setelah itu dia langsung meninggal dunia terkena serangan jantung. Seperti itu pak! Jadi saya pikir wajar, jika hal ganjil terjadi pada pemilik selanjutnya” Jelas penjual sepatu
“Baik pak… Tapi sepatu itu, sekarang sudah hilang. Adakah hal konyol lagi yang bisa anda jelaskan tentang itu?” Tanya ayahku beremosi
“Sepatu itu tidak pernah hilang, dia masih ada sama pemilik aslinya. Kalau bapak dan ade ini mau tau, saya kasih alamat ini. Silahkan saja menuju ketempat itu” jawabnya, sambil memberikan selembar kertas berisi alamat.
Alamat dikertas itu, membawa kami kesebuah pemakaman. Disana aku dan ayahku mencari makam seorang atlit lari yang tertidur selamanya disini. Tak lama berkeliling, aku dan ayah berhasil menemukannya. Dan aku terkejut melihat sepatuku ada diatas batu nisan makamnya.
“Itu sepatumu jang?” tanya ayahku
“Dicium dari baunya, ini memang sepatuku yah.. Tapi kenapa bisa terbuang kesini ya” jawabku keheranan
“Sebaiknya, kamu biarkan saja sepatunya tetap disana… Nanti ayah belikan lagi sepatu baru, dan akan ayah pastikan tahun produksinya 2010” kata Ayah tersenyum padaku
“Iya baik yah… makasih banyak” jawabku
Aku masih terduduk disana, melihat makamnya. Dan sekarang aku punya kesimpulan sedikit gila atas semua ini. Mungkin saat senin lalu, aku bisa lari cepat. Karena sebenarnya aku tidak berlari sendiri, tapi aku berlari dengannya yang masih ada disepatu itu. Ya mungkin saja… Aku tersenyum sendiri menyimpulkan itu…
Aku dan ayah kembali pulang… Dan dari sini aku ingat, kalau aku belum pernah dapat kabar lagi dari Devi,,, Aku ingin segera menceritakan semua ini padanya… semua kegilaan ini mungkin akan diterima oleh nalarnya Devi, yang memang sudah banyak mengalami hal aneh denganku selama ini…
Beruntunglah Aku, tak lama setelah mengingat. Handphoneku berbunyi, dan ada nama dia berusaha memanggilku. Segera saja kutekan tombol jawab… “Haloo… Dev???”
THE END….
Karangan : Ajang Rahmat
Semoga dari cerita ini kita dapat mengambil hikmah dan pelajaran.